Jumat, 10 Januari 2014

Empowerment, Stress dan Konflik



A.    Definisi Konflik
Menurut Nardjana (1994), Konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : “Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another”.
Konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Menurut Stoner (dalam Wahyudi, 2006), Konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
Menurut Daniel Webster (dalam Pickering, 2001), mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan.

B.     Jenis-jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
1.      Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role).
2.      Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3.      Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4.      Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
5.      Konflik antar atau tidak antar agama.
6.      Konflik antar politik.
7.      Konflik individu dengan kelompok

C.    Proses Konflik
Proses Terjadinya Konflik Menurut Beberapa Para Ahli :
Menurut Hendricks, W.(1992) prose terjadinya konflik terdiri dari 3 tahap :
1.      Peristiwa sehari-hari , yaitu ditandai dengan adanya individu meresa tidak puas atau jengkel terhadap lingkungan  kerja.
2.      Adanya tantangan, yaitu apabila terjadi masalah, individu saling mempertahankan pendapat mereka masing-masing dan menyalahkan pihak lain. Masing-masing anggota menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan standar dan aturan aaaaorganisasi.
3.      Timbulnya pertentangan, yaitu pada tahap ini masing-masing  individu atau kelompok bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain.
Menurut Kenneth Thomas (Owens, 1991). Kenneth Thomas mengemukakan episode gerak konflik digerakkan oleh perasaan frusttasi (kekecewaan) dari suatu kelompok karena aksi pihak lain, misalnya : penolakan permintaan, pertentangan atau penghinaan, sehingga masing-masing kelompok menyadari adanya konflik dan memasuki tahap konsepstualisasi, dan proses terjadi secara subjeytif. Selanjutnya, tinggi atau rendahnya konflik bergantung pada persaingan, keterbukaan dan kepekaan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok. Sedangka hasill (outcome) merupakan proses terakhir dari tahapan konflik yang berupa ; frustasi, sikap permusuhan, motivasi kkera, atau produktivitas kerja. Hasil akhir dari prilakku yang dimaksud akan berpengaruh pada episode berikutnya.
Menurut Terry , G. R. (1986). Menjelaskan bahwa, konflik pada umumnya mengikuti pola yang teratur yang ditandai timbulnya krisis, selanjutnya terjadi kesalahpahaman antar individu maupun kelompok, dan konfrontasi menjadi pusat perhatian, pada tahap berikutnya krisis dialih untuk diarahkan dan dikelola.

Menurut Louis R.Pandy mengukapkan proses konflik terdiri dari 5 tahap :
1.      Tahap I konflik laten yaitu tahap munculnya factor-faktor penyebab konflik dalam organisasi yaitu :
a.       Saling ketergantungan kerja
b.      Perbedaan tujuan dan prioritas
c.       Perbedaaan status
d.      Sumber daya yang terbatas
2.      Tahap II konflik yang dipersepsikan (konflik yang dirasakan) , pada tahap ini salah satu pihak memandang pihak lain sebagai penghambat atau mengancam pencapaina tujuan.
3.      Tahap III Konflik yang dirasakan, pada tahap ini konflik tidak sekedar  dipandang ada, akan tetapi benar-benar sudah dirasakan.
4.      Tahap IV konflik yang dimanifestasikan, pada tahap ini prilaku tertentu sebagai indicator konflik sudah mulai ditunjukan, seperti adanya sabotase, agresi terbuka, konfrontasi, rendahnya kenerja dan lain-lainnya.
5.      Tahap V konflik Aftermath, jika konflik benar-benar  diselesaikan maka hal itu akan meningkatkan hubungan  para anggota organisasi. Hanya jika penyelesaian tidak tepat maka akan timbul konflik baru.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar